Monday, December 5, 2016

Makalah Stereotip Suku Jawa Terpopuler


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Dalam kehidupan, setiap orang tidak bisa tidak berkomunikasi. Banyak yang berpikir bahwa berkomunikasi adalah hal yang mudah. Sehingga saat komunikasi kemudian dijadikan sebuah cabang ilmu, yaitu Ilmu Komunikasi. Maka sebagian orang akan menganggap sepele cabang ilmu ini. Padahal sesungguhnya Ilmu Komunikasi tidak sedangkal itu. Ilmu komunikasi bersifat multi disiplin dan sangat kompleks. Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mengaitkan banyak ilmu di dalamnya.

Komunikasi merupakan hal yang tidak bisa luput dari kehidupan kita. Komunikasi sangat dekat dengan kita, manusia. Seperti halnya komunikasi, filsafat juga hal yang sangat dekat dengan kita. Saat kita mulai mempertanyakan tentang sesuatu, maka sesungguhnya kita telah berfilsafat. Filsafat memang merupakan ilmu tertua yang sekaligus sebagai induknya ilmu pengetahuan.

Sebagai aspek yang berjalan seimbang seringkali memenuhi akan maksud dan tujuan seperti halnya etika dalam filsafat komunikasi itu sendiri. Kaitannya komunikasi dengan stereotip adalah dalam kehidupan bermasyarakat sering dijumpai kelompok – kelompok sosial yang tidak dipungkiri banyak terjadi pertentangan antara anggotanya dalam saling memenuhi kebutuhan.

Bagaimana anggota kelompok dapat menerima ketidaksamaan dari kelompok lain dengan segala konsekuensinya. Ketidak sediaan menerima perbedaan orang atau kelompok lain, inilah yang nantinya akan menyebabkan pertentangan antar  individu ataupun kelompok. Dengan berkomunikasi dengan baik dan memperhatikan etika-etika seringkali kita akan aman dalam tahap stereotip terhadap golongan lain.

1.2.    Rumusan Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang stereotip dalam etika filsafat komunikasi dan meminimalisir stereotip dalam kehidupan sosial, maka diperlukan pokok-pokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.   Apakah pengertian Etika dan Filsafat Komunikasi ?
2.   Bagaimana hakikat stereotip secara umum?
3.   Bagaimana stereotip dalam suku Jawa?
4.   Bagaimana upaya mengurangi atau meminimalisir stereotip dalam kehidupan sosial??

1.3.  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.     Mengetahui pengertian etika dan filsafat komunikasi secara umum.
2.     Mengetahui bagaimana hakikat stereotip secara khusus.
3.     Mengetahui bagaimana stereotip dalam suku Jawa Tengah.
4.     Mengetahui bagaimana upaya mengurangi atau meminimalisir stereotip dalam kehidupan sosial.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Etika dan Filsafat Komunikasi
Menurut Wiliiam Benton, dalam Encyclopedia Britannica yang terbit tahun 1972, bahwa Etika (berasal dari bahasa Yunani, Ethos yang berarti karakter) adalah studi yang sistematis dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah dan sebagainya atau tentang prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita dalam pemaparannya di dalam segala hal, disebut juga filsafat moral (dari kata latin “mores“ yang artinya adat istiadat). Sedangkan menurut Louis O. Kattsoff, etika adalah cabang aksiologi yang pada pokoknya mempersoalkan tentang predikat baik dan buruk (dalam arti susila atau tidal susila).

Filsafat komunikasi merupakan suatu disiplin ilmu yang menelaah pemahaman secara fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan holistik terhadap teori dan proses komunikasi dalam segala dimensinya, yakni bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik, dan metodenya. Dalam ranah dimensi tatanan komunikasi, mencakup komunikasi intrapersonal, komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi kelompok. Dalam ranah tatanan komunikasi inilah yang biasa kita sebut sebagai kegiatan komunikasi seperti yang diungkapkan sebelumnya. Filsafat komunikasi berkaitan dengan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pemahaman terhadap komunikasi. Seperti pemikiran Richard Laningan, dalam bukunya Communication Models in Philosophy, Review, and Commentary tentang filsafat komunikasi. 

2.2. Hakikat Stereotip
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah adalah cara pandangan dan penilaian kepada seseorang terhadap rata-rata orang tersebut digolongkan. Atau singkatnya penilaian orang dari penampilan atau latar belakangnya. Jalan fikiran stereotype diambil untuk menyederhanakan dugaan-dugaan yang rumit dalam pengamatan secara cepat.

Stereotip adalah kepercayaan publik yang diselenggarakan umum tentang kelompok sosial tertentu atau jenis individu. Konsep “stereotipe” dan ” prasangka “sering bingung dengan banyak arti yang berbeda lainnya. Stereotip yang dibakukan dan konsep-konsep yang disederhanakan dari kelompok berdasarkan beberapa asumsi sebelumnya. Dalam kehidupan bermasyarakat, stereotip kerap dijadikan acuan untuk menilai dan memberikan cap terhadap suatu suku atau golongan. Pada dasarnya semua dilakukan dengan adanya konsep atau persepsi masing masing individu untuk mengetahui perbedaan atau kelemahan golongan lain.

Selain itu, hakikat steorotif juga telah meberikan contoh yang konkret mengenai kisah-kisah kehidupan sosio-kultural manusia. Stereotip memiliki dua asumsi untuk dijadikan contoh yang sangat baik bagi kehidupan bermasyarakat di masa sekarang. Kita dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang akan datang.

2.3. Stereotip Suku Jawa
Pada bagian ini akan diuraikan sebab terjadinya stereotip antar masyarakat berbeda suku khususnya yang terjadi di Indonesia dalam perspektif sosiologi stereotif.

1. Medhok
Di banyak film Indonesia, orang Jawa itu biasanya digambarkan dengan cara bicara yang medhok. Sebenarnya ini cuma karena terbiasa bicara bahasa Jawa yang pengucapannya memang seperti ada penekanan di beberapa bagian. Tapi sayangnya, logat medhok ini akhirnya malah dijadikan penokohan karakter yang norak, kuno, dan lugu. Mereka yang medhok dijadikan bahan bercandaan atau diolok-olok karena dianggap kampungan.

Pertunjukkan ketoprak dalam kesehariannya, mereka memang bicara dalam bahasa Jawa memang terdengar medok. Apalagi bagi mereka yang nggak bisa atau nggak tahu soal bahasa tradisional ini. Tapi juga nggak sedikit yang bisa bicara dalam bahasa Indonesia tanpa ada aksen medhok sama sekali. Jadi, medhok itu cuma aksen bicara, bukan berarti orang yang medhok itu kuno atau kampungan. Nggak ada hubungannya.

2. Pakaian Beratribut Jawa
Hal lain yang juga sering ditunjukkan dalam karakter orang Jawa adalah berpakaian tradisional. Bisa pakai sorjan atau blangkon. Sorjan adalah pakaian tradisional Jawa dengan motif garis, blangkon adalah penutup kepala laki-lakinya.

Sebenarnya jarang yang setiap hari dan kemana-mana pakai sorjan atau blangkon. Kalau pakai pun biasanya cuma waktu ada acara khusus. Sehari-harinya, mereka ya memakai pakaian biasa seperti kebanyakan orang lainnya.

3. Profesi Pembantu
Karena orang Jawa sering kali digambarkan sebagai sosok yang lugu, norak dan kampungan, maka profesi mereka juga jauh dari kesan mewah atau modern. Jawa ini biasanya nggak jauh-jauh dari pekerjaan kasar sebagai pembantu atau bawahan. Profesi menjadi seorang pembantu itu juga bukan hal yang buruk. Tapi jika terus diulang di berbagai film yang berbeda, akhirnya ini malah jadi stereotipe. Padahal nggak selamanya orang Jawa itu bawahan. Yang sukses sebagai seorang pengusaha sebenarnya juga nggak sedikit.

4. Orang Jawa Itu Halus dan Lemah Lembut
Karena yang dijadikan tokoh adalah orang Jawa dari Jogja, maka karakter yang digambarkan adalah orang-orang lembah lembut dan halus. Bukan berarti orang Jawa lain tidak lemah lembut, tapi karakter setiap orang itu berbeda-beda. Penari Jawa yang lembut tidak semua orang Jawa itu terlihat seperti yang selalu digambarkan dengan cara bicara yang halus dan lemah lembut. Ada juga yang lebih lugas, tegas, dan ceplas-ceplos. Itu semua tergantung dengan lingkungan mereka masing-masing.
Penggambaran orang Jawa yang selalu sama terkadang bisa jadi stereotipe. Jawa itu luas, dan masyarakat Jawa juga macam-macam, jadi nggak bisa kalau cuma diambil satu dan langsung direpresentasikan sebagai orang Jawa secara umum. Hal ini juga berlaku buat penokohan karakter dari daerah lainnya.

2.4. Upaya Meminimalisir Stereotip Dalam Kehidupan Sosial
Dalam setiap perspektif yang ditimbulkan akan memacu yang namanya sebuah konflik, dimana menangani konflik ini, jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara suku atau kelompok, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap suku atau kelompok membawa misi kedamaian.
Jangan hanya memandang suatu kelompok atau individu dari satu sisi saja dan mengabaikan sisi lainnya yang merupakan sebuah kelengkapan dalam diri objek dan dilewatkan. Kita harus menyadari bahwa setiap individu terlahir dengan keunikan tersendiri sehingga tidak perlu disamakan dengan individu yang lain apalagi kelompok.Menumbuhkan rasa saling menghargai terhadap perbedaan pada suatu kelompok.

Maka dari itu sudah saatnya masyarakat lebih objektif dalam menerima sebuah stereotipe yang hadir di tengah kehidupan bermasyarakat. Di antaranya menanamkan rasa toleransi dalam merajut sebuah keberagaman yang dimulai sejak dini, hal ini perlu dilakukan mengingat stereotipe dapat terus-menerus dilestarikan melalui komunikasi yang beredar di kalangan masyarakat, dan dapat diturunkan ke generasi berikutnya


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Indonesia merupakan sebuah negara yang beragam budaya dan memiliki pola interaksi komunikasi yang berbeda-beda. Hingga saat ini masih banyak ditemukan kelompok atau suku yang membatasi pilihan golongan hanya untuk berinteaksi. Berspektif berhati-hati dengan suku tertentu dengan stereotif yang tertanam. atau bahkan masih ada yang bertahan agar mengadakan berkepentingan dengan suku mereka saja.

Sehingga banyak terjadi pertentangan jika salah satu kelompok atau golongan masih menganggap itu ketidakwajaran bahkan anggapan yang digunakan tidak benar. Tak hanya alasan perbedaan adat budaya, bahkan landasan historical di antara suku pun di beberapa kasus turut memperkeruh pertentangan. Latar belakang yang membuat budaya seperti ini masih kokoh hingga sekarang adalah tak lain dari mudahnya berprasangka, sehingga menimbulkan stereotip yang terus melekat dalam pikiran mereka, yang lama kelamaan dapat saja berkembang menjadi sikap diskriminatif serta rasis.

3.2. Saran
Pandangan negatif antar suku seperti ini di awali dari bagaimana kita mindset kita terhadap suatu suku tertentu. Hal inilah yang sebaiknya dirubah agar pada hari kedepannya pertentangan yang dapat menjadi celah dari perpisahan dapat dihindari.

Daftar Pustaka
Suardiman, Siti Partini. 2014. Psikologi Sosial. Yogyakarta
http://sigitdwisaputro.blogspot.com/2013/11/diskriminasi-dalam-kehidupan-sehari-hari.html
http://zamanulakhyatamami.blogspot.com/2012/11/diskriminasi-agamarasethnis-gender.html

Indonesia Dau, Malang, East Java, Indonesia

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com