Thursday, November 12, 2015

Makalah Kerukunan Antar Umat Beragama, PenuhToleransi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Agama merupakan suatu hal yang penting dalam masyarakat. Setiap manusia juga memiliki kebebasan dalam beragama, memilih ataupun tidak itu merupakan hak setiap manusia. Oleh karena itu tidak boleh ada yang memaksa atau mencampuri urusan agama orang lain. Seringkali umat beragama yang jumlahnya mayoritas di suatu wilayah akan menekan umat beragama yang minoritas, baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini jika tidak ditangani dan disikapi secara tepat akan menimbulkan konflik yang bisa dikatakan sebagai konflik agama yang saat ini sedang marak terjadi.
Agama secara ideal dan normatif itu diharapkan membawa kesejukan bagi umat manusia, ternyata tidak mengungkapkan hal itu. Agama-agama dapat menjadi sumber konflik bahkan bukan tidak mungkin orang justru mencari dasar-dasar pembenaran dalam kitab sucinya masing-masing untuk membenarkn konflik yang terjadi.
Pada masa sekarang umat tidak sepi dari berbagai konflik dengan motivasi agama, atau minimal dengan membangkitkan emosi keagamaan yang sempit. Di nigeria, Islam dan Kristen dipertentangkan hanya agar seseorang dapat bertahan sebagai presiden. Di Sudan, kaum Kristen menjadi korban berbagai intimidasi. di Kosovo, umat Islam ditindas oleh kaum Kristen Ortodoks demi kemenangan  politik.
Indonesa sebagai masyarakat majemuk akan sangat potensial menjadi penyebab perpecahan apabila setiap agama menonjolkan “kebenaran” agamanya masing-masing di luar proporsi yang wajar. Di pihak lain kemajemukan merupakan potensi yang justru dapat memajukan bangsa ini. Dengan keanekaragaman yang ada masyarakat dapat belajar satu sama lain terhadap penganut agama lain.
1.2. Rumusan Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang agama dan kerukunan dalam kehidupan manusia, maka diperlukan pokok-pokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penyusun membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana hakikat agama secara umum?
2.      Bagaimana peranan agama dalam masyarakat?
3.      Apa saja yang terkandung dalam trilogi umat beragama?
4.      Apa itu konflik agama?
5.      Bagaimana cara penanggulangan konflik agama?
6.      Apa saja tantangan dan harapan dalam mewujudkan kerukunan umat beragama?

1.2.  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui hakikat agama secara umum.
2.      Mengetahui apa saja peranan agama dalam masyarakat.
3.      Mengetahui apa saja isi dari trilogi umat beragama.
4.      Mengetahui apa itu konflik agama.
5.      Mengetahui cara penanggulangan konflik agama.
6.      Mengetahui saja tantangan dan harapan dalam mewujudkan kerukunan umat beragama.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskertaāgama yang berarti "tradisi". Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut fiolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan"
(kemudian selanjutnya 
Cicero menurunkan menjadi berarti "ketekunan"). Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum".
Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Medieval Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan.
Tidak ada setara yang tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara, identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis. Salah satu konsep pusat adalah "halakha" , kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum" ",yang memandu praktek keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari. Penggunaan istilah-istilah lain, seperti ketaatan kepada Allah atau Islam yang juga didasarkan pada sejarah tertentu dan kosakata.
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasisimbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etikahukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku, kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi, pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu adalah "sesuatu yang nyata sosial”, Émile Durkheim juga mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna kesuciannya.

2.2. Peranan Agama Dalam Masyarakat
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memegang peranan yang besar dan sangat penting. Keberadaan agama di tengah-tengah masyarakat tidak dapat diabaikan. Agama mengatur tentang bagaimana membentuk masyarakat yang madani. Agama juga yang mampu menciptakan kerukunan dalam kultur masyarakat yang majemuk.
Seperti yang kita semua ketahui bahwa tidaklah mudah untuk hidup dalam perbedaan. Setiap perbedaan, utamanya perbedaan pendapat yang ada di masyarakat dapat memicu timbulnya perselisihan. Di sinilah posisi agama memainkan perannya yang penting sebagai penegak hukum dan menjaga agar masyarakat saling menghormati dan tunduk pada hukum yang berlaku.
Jika dalam masyarakat, agama sudah tidak dianggap memegang peran yang penting, dapat dipastikan kehidupan sosial masyarakat tersebut akan mengalami dekadensi moral dan kekacauan yang nantinya akan meluas ke lingkup yang lebih luas, yakni Bangsa dan Negara. Karena Negara dipandang sebagai wadah dan sekaligus perwujudan nilai-nilai luhur yang bersumber pada agama. Hingga kini kita masih melihat kecenderungan kuatnya peran agama dalam masyarakat.
Dalam hal-hal tertentu memang kita saksikan adanya pergeseran. Dahulu, hampir semua persoalan sosial yang dialami masyarakat biasanya akan dikonsultasikan kepada tokoh agama. Mereka menjadi konsultan dari persoalan publik hingga problema keluarga. Modernisasi kemudian menggeser peran itu. Persoalan sosial tersebut kini sudah terfragmentasi dalam lembaga-lembaga khusus sesuai dengan keahlian dari pengelola lembaga tersebut. Jadi, dalam batas-batas tertentu modernisasi atau perkembangan ilmu pengetahuan memang telah menggeser posisi agama. Namun itu tidak serta merta dapat dimaknai bahwa agama akan kehilangan fungsi dan menghilang dengan sendirinya. Karena, peran agama dalam lembaga-lembaga tersebut tidak sepenuhnya hilang.
Dalam kehidupan bermasyarakat, agama memiliki fungsi yang vital, yakni sebagai salah satu sumber hukum atau dijadikan sebagai norma. Agama telah mengatur bagaimana gambaran kehidupan sosial yang ideal, yang sesuai dengan fitrah manusia. Contohnya saja, agama Islam mengatur tentang bagaimana bersikap terhadap orang lain, mengajarkan untuk saling bersilaturahmi, saling menolong sesama, tidak membedakan satu sama lain, mengajarkan untuk memilih atau menjadi pemimpin yang baik, dan banyak contoh-contoh ajaran agama dalam kehidupan kita sehari-hari yang memang sangat berguna bagi kehidupan kita.
Selain itu, agama juga telah meberikan contoh yang konkret mengenai kisah-kisah kehidupan sosio-kultural manusia pada masa silam, yang dapat dijadikan contoh yang sangat baik bagi kehidupan bermasyarakat di masa sekarang. Kita dapat mengambil hikmah dari dalamnya. Meskipun tidak ada relevansinya dengan kehidupan masyarakat zaman sekarang sekalipun, setidaknya itu dapat dijadikan pelajaran yang berharga, misalnya agar tidak terjadi tragedi yang sama di masa yang akan datang.

2.2.1. Fungsi Agama Dalam Masyarakat
Berikut adalah tiga fungsi agama dalam masyarakat.
a.       Fungsi Edukatif
Fungsi Edukasi merupakan salah satu tujuan utama agama. Melalui pembimbing, ketua, dan pemimpinnya agama senantiasa memberikan pengajaran dan bimbingan pada umatnya agar selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pengajarannya, agama selalu mendorong agar setiap individu selalu patuh dan taat serta mempraktekkan ajaran dan perintah sesuai dengan agamanya. Melalui kehidupan rohani agamnya, seseorang diajarkan agar dapat tumbuh dewasa dan mengembangkan kepribadian yang baik sejalan dengan aturan dan nilai-nilai keagamaannya.
b.      Fungsi Penyelamatan
Keselamatan dan keamanan hidup merupakan dambaan dan harapan semua makhluk hidup di dunia. Setiap orang selalu berusaha keras untuk mencari dan memperoleh keselamatan. Hal ini dilakukan dalam berbagai cara sesuai dengan keyakinan dan kecocokan masing-masing orang. Agama yang merupakan pegangan dan pedoman hidup manusia diyakini merupakan jaminan yang paling utama dalam memperoleh keselamatan.
Melalui ajaran agama diajarkan dan disebutkan cara dan aturan yang harus dipatuhi, ditaati, dan dijalankan agar dapat memperoleh keselamatan. Apabila seseorang mematuhi dan yakin terhadap agama maka akan diberi keselamatan dan senantiasa mendapatkan perlindungan dari agama agar terhindar dari segala bentuk ancaman kehidupan seperti bencana, kecelakaan, dan lain-lain.
c.       Fungsi Memupuk Persaudaraan
Agama bersifat universal dan penganutnya terdapat dimana-mana di belahan dunia manapun dan penganutnya berasal dari latar belakang sosial yang berbeda, suku, ras, warna kulit, gender, derajt sosial, pekerjaan, dan kasta yang berbeda-beda. Oleh karena itu, agama dapat dikatakan berfungsi memupuk rasa persaudaraan diantara sesama manusia dalam menjalin hubunga horizontal yang erat.
Dalam kehidupan beragama setiap umat dengan latar belakang dan kebudayaan yang berbeda dapat bersatu dan bersama-sama menjalankan nilai-nilai keagamaan secara kontinyu dan konsisten. Meskipun mempunyai banyak perbedayaan prisnsip dan tingkat pengetahuan, dalam keagamaan hal itu bukan merupakan penghambat agar umatnya dapat berinteraksi dan melaksanakan ajaran keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
 Banyak pertikaian dan perselisihan antar manusia dapat diselesaikan dengan adanya campur tangan dari agama sehingga pihak yang berselisih memahami manfaat dari pembelajaran agam dan dapat menghindari peritkaian

2.2.2. Pentingnya Agama Bagi Kehidupan Bermasyarakat
Dapat dikatakan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, agama sangat dibutuhkan, karena mempunyai beberapa sebab, diantaranya.:
a.       Suatu sanksi untuk prinsip moral
Agama membawa suatu sanksi pada prinsip moral seperti: nilai keadilan, rasa malu, hak-hak, persaudaraan, persamaan, karater baik, toleransi, pengorbanan, bantuan bagi yang membutuhkan dan kepentingan lain.
b.      Suatu kekuatan untuk mengeraskan semangat menghadapi kehidupan
Agama membekali pada manusia semangat untuk menghadapi tantangan dan siap menghadapi reaksi yang membahayakan oleh sebab hal-hal mengecewakan dan tidak berpengharapan.
c.       Menghadapi kekosongan ideologi
Manusia tidak akan dapat hidup dalam situasi kekosongan ideologi pada jangka waktu lama, sehingga seringkali kasus menunjukkan mereka mempunyai tendensi pada ideologi yang meyimpang dan palsu. Dari situlah, pemahaman yang benar dari agama dapat memainkan peranan sangat penting dalam melawan hal supertisi(ide diatas kemampuan berpikir orang). Adalah benar juga jika pemahaman agama yang tidak benar akan menjadikan hal superstisi juga.
d.      Bantuan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Agama dengan cara pengajaran yang sehat dan jelas, adalah faktor nyata kemajuan ilmu pengetahuan, karena ia didasarkan pada pondasi yang kokoh dalam pilihan bebas, dan karena semua manusia adalah bertanggungjawab pada semua aksi yang telah dilakukannya sendiri.
e.       Melawan diskriminasi
Agama melawan secara tegas dan mantap terhadap semua deskriminasi yang dibangun atas dasar warna (kulit), ras, klas sosial, karena agama memandang bahwa semua manusia adalah ciptaan Tuhan dan semua negara sebagai tanah tumpah/ negara bagi Tuhan. Menurut agama, semua makhluk hidup memperoleh manfaat dari cinta dan kasih Tuhan, dan karena itu semua manusia adalah sama, tanpa deskriminasi.

2.3. Trilogi Umat Beragama Sebagai Dasar Hidup  Rukun
Dalam setiap jenjang pendidikan, selalu dikenalkan adanya trilogi kerukunan umat beragama yang harus dijunjung oleh masing-masing warga negara Indonesia guna terbentuknya kerukunan, kedamaian, dan terciptanya stabilitas nasional. Trilogi kerukunan umat beragama itu antara lain adalah:
a.       Kerukunan intern umat beragama.
b.      Kerukunan antar umat beragama.
c.       Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Hal-hal tersebut menjadi nilai-nilai yang bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga tercipta kehidupan bermasyarakat yang madani, aman dan sejahtera.
Kerukunan intern umat beragama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir. Misal dalam Islam ada NU, Muhammadiyah, dsb. Dalam Kristen ada GBI, Pantekosta dsb. Dalam Katolik ada Roma dan Ortodoks. Hendaknya dalam intern masing-masing agama tercipta suatu kerukunan dan kebersatuan dalam masing-masing agama.
Kemudian, kerukunan antar umat beragama adalah menciptakan persatuan antar agama agar tidak terjadi saling merendahkan dan menganggap agama yang dianutnya paling baik. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang membahayakan keamanan, dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang didalamnya bukan membahas perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan untuk hidup dalam kedamaian dan ketentraman.
Terakhir adalah kerukunan umat beragama dengan pemerintah, maksudnya adalah dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya mentaati aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus mentaati hukum yang berlaku di negara Indonesia. Bahwasanya Indonesia itu bukan negara agama tetapi adalah negara bagi orang yang beragama.



2.4. Konflik Agama
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik agama adalah suatu pertikaian antar agama baik antar sesama agama itu sendiri, maupun antar agama satu dengan agama lainnya. Konflik agama itu sndiri terjadi baik sesama umat, antar umat, ataupun umat dan masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh konflik agama yang terjadi di Indonesia.
a.       Tahun 1996, 5 gereja dibakar oleh 10,000 massa di Situbondo karena adanya konflik yang disebabkan oleh kesalahpahaman.
b.      Adanya bentrok di kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA) dengan masyarakat setempat hanya karena kesalahpahaman akibat kecurigaan masyarakat setempat terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman provokator yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan penutupan kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
c.       Perbedaan pendapat antar kelompok – kelompok Islam seperti FPI (Front Pembela Islam) dan Muhammadiyah.
d.      Perbedaan penetapan tanggal hari Idul Fitri, karena perbedaan cara pandang masing – masing umat.
Sepanjang sejarah agama dapat memberi sumbangsih positif bagi masyarakat dengan memupuk persaudaraan dan semangat kerjasama antar anggota masyarakat. Namun sisi yang lain, agama juga dapat sebagai pemicu konflik antar masyarakat beragama. Ini adalah sisi negatif dari agama dalam mempengaruhi masyarakat Dan hal ini telah terjadi di beberapa tempat di Indonesia.

2.4.1. Sebab Terjadinya Konflik Agama
Pada bagian ini akan diuraikan sebab terjadinya konflik antar masyarakat beragama khususnya yang terjadi di Indonesia dalam perspektif sosiologi agama.
Hendropuspito mengemukakan bahwa paling tidak ada empat hal pokok sebagai sumber konflik sosial yang bersumber dari agama.
a.       Perbedaan Doktrin dan Sikap Mental
Semua pihak umat beragama yang sedang terlibat dalam bentrokan masing-masing menyadari bahwa justru perbedaan doktrin itulah yang menjadi penyebab dari benturan itu.
Entah sadar atau tidak, setiap pihak mempunyai gambaran tentang ajaran agamanya, membandingkan dengan ajaran agama lawan, memberikan penilaian atas agama sendiri dan agama lawannya. Dalam skala penilaian yang dibuat (subyektif) nilai tertinggi selalu diberikan kepada agamanya sendiri dan agama sendiri selalu dijadikan kelompok patokan, sedangkan lawan dinilai menurut patokan itu.
Sebagai contoh kita ambil agama Islam dan Kristen di Indonesia, merupakan agama samawi (revealed religion), yang meyakini terbentuk dari wahyu Ilahi Karena itu memiliki rasa superior, sebagai agama yang berasal dari Tuhan.
Karena itu, faktor perbedaan doktrin dan sikap mental dan kelompok masyarakat Islam dan Kristen punya andil sebagai pemicu konflik.

b.      Perbedaan Suku dan Ras Pemeluk Agama
Tidak dapat dipungkiri bahwa perbedaan ras dan agama memperlebar jurang permusuhan antar bangsa. Perbedaan suku dan ras ditambah dengan perbedaan agama menjadi penyebab lebih kuat untuk menimbulkan perpecahan antar kelompok dalam masyarakat.
Contoh di wilayah Indonesia, antara Suku Aceh dan Suku Batak di Sumatera Utara. Suku Aceh yang beragama Islam dan Suku Batak yang beragama Kristen; kedua suku itu hampir selalu hidup dalam ketegangan, bahkan dalam konflik fisik (sering terjadi), yang merugikan ketentraman dan keamanan.
Di beberapa tempat yang terjadi kerusuhan seperti: Situbondo, Tasikmalaya, dan Rengasdengklok, massa yang mengamuk adalah penduduk setempat dari Suku Madura di Jawa Timur, dan Suku Sunda di Jawa Barat. Sedangkan yang menjadi korban keganasan massa adalah kelompok pendatang yang umumnya dari Suku non Jawa dan dari Suku Tionghoa. Jadi, nampaknya perbedaan suku dan ras disertai perbedaan agama ikut memicu terjadinya konflik.

c.       Perbedaan Tingkat Kebudayaan
Agama sebagai bagian dari budaya bangsa manusia. Kenyataan membuktikan perbedaan budaya berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana dapat dibedakan dua kategori budaya dalam masyarakat, yakni budaya tradisional dan budaya modern.
Tempat-tempat terjadinya konflik antar kelompok masyarakat agama Islam - Kristen beberapa waktu yang lalu, nampak perbedaan antara dua kelompok yang konflik itu. Kelompok masyarakat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional: sedangkan kaum pendatang memiliki budaya yang lebih maju atau modern. Karena itu bentuk rumah gereja lebih berwajah budaya Barat yang mewah.
Perbedaan budaya dalam kelompok masyarakat yang berbeda agama di suatu tempat atau daerah ternyata sebagai faktor pendorong yang ikut mempengaruhi terciptanya konflik antar kelompok agama di Indonesia.

d.      Masalah Mayoritas dan Minoritas Golongan Agama
Fenomena konflik sosial mempunyai aneka penyebab. Tetapi dalam masyarakat agama pluralitas penyebab terdekat adalah masalah mayoritas dan minoritas golongan agama.
Di berbagai tempat terjadinya konflik, massa yang mengamuk adalah beragama Islam sebagai kelompok mayoritas; sedangkan kelompok yang ditekan dan mengalami kerugian fisik dan mental adalah orang Kristen yang minoritas di Indonesia. Sehingga nampak kelompok Islam yang mayoritas merasa berkuasa atas daerah yang didiami lebih dari kelompok minoritas yakni orang Kristen. Karena itu, di beberapa tempat orang Kristen sebagai kelompok minoritas sering mengalami kerugian fisik, seperti: perusakan dan pembakaran gedung-gedung ibadat.


2.4.2. Faktor-Faktor Terjadinya Konflik Agama
Terjadinya konflik tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a.       Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu.
b.      Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesama pemeluk agama.
c.       Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama.
Setelah melakukan penelitian dan diskusi lintas agama di Indonesia selama bertahun-tahun, bagi Associated Professor yang merupakan alumni UKSW ini, konflik agama di Indonesia disebabkan oleh :
a.       Meningkatnya konservatisme dan fundamentalisme agama.
b.      Keyakinan bahwa hanya ada satu intepretasi dan kebenaran yang absolut.
c.       Ketidakdewasaan umat beragama.
d.      Kurangnya dialog antaragama.
e.       Kurangnya ruang public dimana orang-orang yang berbeda agama dapat bertemu.
f.       Kehausan akan kekuasaan.
g.      Ketidakterpisahan antara agama dan Negara.
h.      Ketiadaan kebebasan beragama.
i.        Kekerasan agama tidak pernah diadili.
j.        Kemiskinan dan ketidakadilan.
k.      Hukum agama lebih diutamakan ketimbang akhlak orang beragama.


2.5. Penanggulangan Konflik Agama
Agama sebuah keyakinan. Bukan barang mainan. Setiap orang bersedia melakukan apa saja, demi keyakinan agama. Inilah yang harus diperhatikan oleh semua golongan, agar tidak bertindak sewenang-wenang. Karena hanya akan menyulut perang antara agama.

2.5.1. Hal-Hal yang Perlu Dilakukan untuk Mencegah Konflik Agama
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah konflik antar agama :
a.       Dalam menangani konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
b.      Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.
c.       Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur atau membaur atau dibaurkan.
d.      Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau dibuat seminim mungkin.
e.       Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
f.       Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
Perlu dicari tokoh masyarakat yang dipercaya dan/ atau dihormati oleh pihak-pihak yang berkonflik, untuk berusaha menghentikan konflik (conflict intervention), melalui lobi-lobi, negosiasi, diplomasi. Hal ini merupakanusaha peace making.
Dalam usaha untuk mengembangkan adanya perdamaian yang lestari, atau adanya rekonsiliasi, maka metode yang dipakai oleh pihak ketiga sebaiknya adalah mediasi dan bukan arbitrase. Dalam arbitrase, pihak ketiga (pendamai) yang dipercaya oleh pihak-pihak yang bertentangan/berkonflik itu, setelah mendengarkan masing-masing pihak mengemukakan masalahnya, maka si arbitrator “mengambil keputusan dan memberikan solusi atau penyelesaiannya, yang “harus” ditaati oleh semua pihak yang berkonflik.

Penyelesaian konflik melalui jalan arbitrase mungkin dapat lebih cepat diusahakan, namun biasanya tidak lestari. Apalagi kalau ada pihak yang merasa dirugikan, dikalahkan atau merasa bahwa kepentingannya belum diindahkan.
Sebaliknya, mediasi adalah suatu cara intervensi dalam konflik, di mana mediator (fasilitator) dalam konflik ini juga harus mendapat kepercayaan dari pihak yang berkonflik. Tugas mediator adalah memfasilitasi adanya dialog antara pihak yang berkonflik, sehingga semuanya dapat saling memahami posisi maupun kepentingan dan kebutuhan masing-masing, dan dapat memperhatikan kepentingan bersama.

Jalan keluar atau penyelesaian konflik harus diusulkan oleh atau dari pihak-pihak yang berkonflik. Mediator sama sekali tidak boleh mengusulkan atau memberi jalan keluar/penyelesaian, namun dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk dapat mengusulkan atau menemukan jalan penyelesaian yang dapat diterima oleh semua pihak. Mediator tidak boleh memihak, harus “impartial”, tidak bias, dsb.

Mediator harus juga memperhatikan kepentingan-kepentingan stakeholders, yaitu mereka yang tidak terlibat secara langsung dalam konflik, tetapi juga mempunyai kepentingan-kepentingan dalam atau atas penyelesaian konflik itu. Kalau stakeholders belum diperhatikan kepentingannya atau kebutuhannya, maka konflik akan dapat terjadi lagi, dan akan meluas serta menjadi lebih kompleks dan dapat berlangsung dengan berkepanjangan.

2.5.2. Tahapan Pendamaian
Mengembangkan kegiatan pendamaian itu tidak mudah. Ada beberapa tahapan atau perkembangan yang dapat kita amati yaitu:
a.       Peace making (conflict resolution) yaitu memfokuskan pada penyelesaian masalah – masalahnya (isunya: persoalan tanah, adat, harga diri, dsb.) dengan pertama-tama menghentikan kekerasan, bentrok fisik, dll. Waktu yang diperlukan biasanya cukup singkat, antara 1-4 minggu.
b.      Peace keeping (conflict management) yaitu menjaga keberlangsungan perdamaian yang telah dicapai dan memfokuskan penyelesaian selanjutnya pada pengembangan/atau pemulihan hubungan (relationship) yang baik antara warga masyarakat yang berkonflik. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup panjang, sehingga dapat memakan waktu antara 1-5 tahun.
c.       Peace building (conflict transformation). Dalam usaha peace building ini yang menjadi fokus untuk diselesaikan atau diperhatikan adalah perubahan struktur dalam masyarakat yang menimbulkan ketidak-adilan, kecemburuan, kesenjangan, kemiskinan, dsb. Waktu yang diperlukan pun lebih panjang lagi, sekitar 5-15 tahun.

Konflik antarumat beragama itu di Indonesia akhir-akhir ini rupa-rupanya sengaja dibuat atau direkayasa oleh kelompok tertentu atau kekuatan tertentu untuk menjadikan masyarakat tidak stabil. Ketidakstabilan masyarakat ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politis maupun ekonomis, oleh berbagai pihak. Hal ini sangat berbahaya, karena konflik horizontal dapat dimanipulasi menjadi konflik vertikal, sehingga menimbulkan bahaya separatisme dan disintegrasi nasional atau disintegrasi bangsa.

Untuk menghadapi masalah-masalah konflik dengan kekerasan yang melibatkan umat berbagai agama dalam suatu masyarakat, diperlukan sikap terbuka dari semua pihak, dan kemampuan untuk memahami dan mencermati serta menganalisa sumber-sumber konflik. Demikian juga diperlukan adanya saling pengertian dan pemahaman kepentingan masing-masing pihak, agar dapat mengembangkan dan melihat kepentingan bersama yang lebih baik sebagai prioritas, lebih daripada kepentingan masing-masing pihak yang mungkin bertentangan.

2.6. Harapan
Agama adalah masalah yang tidak dapat ditawar-tawar, agama bukan sebagai (seperti) rumah atau pakaian yang kalau perlu dapat diganti. Jika seseorang memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya. Berdasarkan keyakinan inilah maka kita harus berkomitmen untuk saling menghargai agama-satu sama dengan yang lainnya. Jika hal itu tidak kita tanamkan maka hal yang terjadi adalah saling menghina dan menjatuhkan agama, dan kita tidak akan pernah mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan. Dalam hal itu, harapan kita bersama adalah dapat menyatakan bahwa semua agama itu sama. Dan diiringi dengan reconception, yaitu menyelami dan meninjau kembali agama sendiri dalam konfrontasi dengan agama-agama lain. Tidak lepas dari hal tersebut kita juga mengharapkan sintesis, yaitu menciptakan suatu agama baru yang elemen-elemennya diambilkan dari pelbagai agama, supaya dengan demikian tiap-tiap pemeluk  agama merasa bahwa sebagian dari ajaran agamanya telah terambil dalam agama sintesis (campuran) itu. Harapan yang paling terpenting ialah penggantian, yaitu mengakui bahwa agamanya sendiri itulah yang benar, tetapi tidak menyalahkan agama lain. Mendasar agree in disagreement (setuju dalam perbedaan), yaitu percaya bahwa agama yang dipeluk itulah agama yang paling baik, dan mempersilahkan orang lain untuk mempercayai bahwa agama yang dipeluknya adalah agama yang paling baik. Diyakini bahwa antara satu agama dan agama lainnya, selain terdapat perbedaan, juga terdapat persamaan.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Peran dan fungsi agama bagi manusia sangatlah berpengaruh terhadap kehidupannya, karena agama adalah suatu pedoman hidup seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhiratnya
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan Tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat. Semua agama sudah sangat sempurna, dikarenakan dapat menuntun umatnya agar bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. Keburukan cara bersikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan dari agamanya. Saling memojokkan serta membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama, hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya konflik agama.
Untuk memperbaiki ataupun mencegah konflik adalah dengan cara menjaga sikap dan perilaku setiap umat beragama. Dalam hal ini pengendalian diri sangatlah dibutuhkan, saling bisa menjaga keharmonisan dan selalu berpikir positif adalah cara yang terbaik untuk dapat mencegahnya. Apabila setiap lapisan berpikir negative, maka segala sisi dan kegiatan keagamaan akan dianggap salah, hal ini tentu akan memicu terjadinya konflik.

3.1. Saran

Berdasarkan uraian tentang agama dan kerukunan dan didalamnya juga membahas tentang konflik agama yang saat ini tengah menjadi sorotan masyarakat, maka penyusun berharap agar masyarakat sadar bahwa kerukunan umat beragama sangatlah penting. Agama seharusnya tetap menjadi pedoman dalam membangun kerukunan dan kesejahteraan, bukan menjadi pemicu konflik yang dapat merusak rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Indonesia Jl. Mertojoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65144, Indonesia

0 komentar:

Post a Comment

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com tipscantiknya.com