Terpaan angin malam yang berhembus membawa kedaimaian dan kesunyian.Suara gemuruh dan tawaan makhluk sawah melengkapinya. Pasukan semut hitam terarah dalam sebuah cahaya kecil yang bermuara dalam kotak yang menyulut membakar kegelapan. Duduklah disana seorang diri pemuda yang bersandar bermuara dalam peluk cerita. Melihat dan bangga dengan semut hitam yang penuh kedamaian dan kekompakan dalam menuju sebuah tujuan. Pemuda menjerit dalam hati, andai itu kehidupan nyata yang aku lalui bersama mereka maka kedamaian akan menyertai negeri ini. Pemuda dengan penuh hayal dan harapan yang merabah kemana-mana teringat dengan negeri yang sedang di perangi para petingginya. Pemuda menitik, meneteskan air mata kekecewaan dan berteriak ingin menghabisinya. Pemuda mengeluhkesahkan tetapi itu hanya bagai titik hitam dikejauhan.
Pemuda
semakin terlarut dan mencoba mengingat satu persatu yang menjadi persoalan dan
kekesalan. Pemuda berbicara dalam hati kecilnya dan menyampaikan bahwa benar negerinya
sedang dilanda badai sengsara. Negerinya yang penuh cerita luka dan hanya
tulisan dan suara kebohongan semata yang bergejolak didalamnya. Negerinya yang
akan runtuh karena ulah para sesepuh yang berada diatasnya. Negerinya yang akan
hancur karena berdasi mengolah mengatur dan membuat sara tiada habisnya. Pemuda
sadar dan tahu bahwa dirinya hanya bisa bercerita dan berkaca diri. Pemuda menuliskan
tentang hal ini dengan coretan pena hitam dalam lembaran putih yang
digenggamnya. Pemuda tersedu-sedu luapan air mata membanjiri dan membasahi pipinya,
dan berdoa pada sang pencipta.
Pemuda tidak bisa berbuat apa-apa karena
sebuah kekuasaan membatasi untuk berbakti pada negerinya. Pemuda menundukan
kepala, menyesal dirinya tidak berguna dan tidak punya daya karena hanya
seorang biasa. Seorang anak petani yang biasa dimainkan oleh para berdasi tidak
tahu diri.Seorang nelayan yang biasa mendengar rayuan berdasi untuk sebuah
janji. Pemuda teringat dan hanya bisa
menulis di kertas untuk menceritakannya dan membawa kabar kegalaun untuk sebuah
khayalan yang dutliskannya. Tidak banyak yang bisa dia lakukan karena sebuah
keterbatasan. Pemuda yang bertekat kuat dan memiliki harapan besar untuk
pengorbanan diri terhadap negeri. Pemuda mengajak dan mengobarkan semangat dan amarahnya
dalam coretan yang bertuliskan, “Matikan semua berdasi penghancur negeri ini,
kita generasi wajib berserah diri untuk negeri tercinta ini”.
Pemuda
memejamkan mata dan mengingat berita yang terdengar hangat ditelinga sebuah penggambaran
yang terjadi sesungguhnya. Pemuda meratapi dan menanamkan dibenaknya kenapa hal
itu bisa terjadi pada para pemimpin tahta negeri ini. Pemimpin yang di pilih
rakyat untuk sebuah kepercayaan sesungguhnya bukan seenaknya merampas yang
bukan haknya. Badai luka itu berlangsung semenjak penduduk tahta mulai
mengincar karena sebuah keinginan dan bisikan setan yang menguasai hatinya.
Pemuda
bercerita dengan pena dalam selembaran putih yang digenggamnya. Pemuda berharap
mereka bisa mendengar dan menyampaikan kepada jelata supaya tidak salah memilih
pemimpin para penduduk tahta. Pemuda merasakan dan mendengar jerit tangis penuh
membanjiri negeri ini semenjak para berdasi membawa pergi dengan membawa selembaran
wara -warni . Pemuda dan rakyat hanya bertanya kesana kemari kenapa ada, kenapa
dia, dan kenapa harus korupsi. Rakyat bodoh pun tahu korupsi itu merusak negeri,
tapi itulah yang dilakukan petinggi sekarang ini. Merusak, menggerogoti
seolah-olah tidak berdosa dan menjadi sebuah tradisi. Para petinggi hormatilah
kursi yang kalian duduki untuk bekerja sepenuh hati. Jagalah kepercayaan kami
sepenuhnya bukan untuk menodainya.
Pemuda
tetap menikmati terpaan angin yang berhembus tanpa beralih sedikitpun dalam
sandaraan kedamaian yang penuh amarah. Pemuda tetap menuliskan apa yang ada
dalam niatnya untuk merubah dirinya dan berserah kepada negeri tercinta. Pemuda
menikmati lantunan hayalan yang membanjiri dan mengikatnya dalam sebuah pembelajaran
dari lilin yang menemaninya. Pemuda berharap tidak ada lagi petinggi membawa
selembaran warna-warni untuk keperluan pribadi. Pemuda mengajak kita
membayangkan jika hal itu tidak terjadi, maka bagaimana negeri ini mustahil jika
tidak ditakuti negeri lain. Alangkah baik kita berkaca dan belajar dari kehidupan
lilin dan semut. Memberikan pengorbanan untuk kebersamaan dan keperluan lain
walau dirinya habis termakan kematian.
Pemuda
menepuk dada sembari berkata musnahlah kau para penjahat tahta. Hanguslah kau
dalam badai api yang kau hidupkan sendiri. Lenyaplah kau dan jangan kembali,
bawa jiwa kotormu pergi agar kami tidak tertulari. Pemuda menaraik nafas
panjang dan mengayunkan tangannya karena kekesalan yang menghampirinya. Pemuda
beranjak pergi mensucikan diri dan menghadap sang Ilahi untuk berdoa demi
kebaikan negeri ini.
oke gan terus berkarya dan pantang menyerah
ReplyDelete